Gili Trawangan target ke dua setelah Gunung Rinjani, begitulah
rencana awal saya dan teman-teman sebelum meninggalkan Jogja menuju
Lombok, yah sekalian saja habis naik gunung langsung ke pantai apalagi
Gili Trawangan sangat terkenal dengan keindahan pantainya, mumpung ada
kesempatan ke Lombok. Seperti kata pepatah “sekali mendayung, dua tiga
pulau terlampaui”.
Kami turun dari Rinjani lewat pintu Senaru di
Kecamatan Bayan Lombok Utara. Tenyata kami sampai saat hari sudah agak
malam jadinya kami bermalam dulu di desa Senaru. Dari Senaru naik mobil
mini bus kesokan harinya menuju pelabuhan Bangsal, yang merupakan tempat
penyeberangan menuju pulau Gili Trawangan.
Dari pelabuhan Bangsal
menuju Gili Trawangan ditempuh sekitar 45 menit dengan menggunakan
perahu kecil, setelah membeli tiket, harus menunggu sebentar sampai
penumpang mencukupi. Setelah dianggap sudah cukup barulah perahu
tersebut berangkat.
Sampai di Gili Trawangan, kami langsung
melapor dan mendata diri di pos keamanan. Sempat kebingungan juga, habis
melapor mau menaruh carrier dimana. Karena kami berlima semua bawa carrier
yang cukup besar. Namun petugas keamanan disana tenyata sangat baik dan
ramah, mungkin karena sudah terbiasa dengan orang-orang yang nggak
jelas seperti kami.
Merekalah yang menawari kami untuk menyimpan carrier
di pos penjagaan dan meminjamkan ruangannya untuk berganti pakaian,
berhubung setelah melihat sekeliling, kayaknya cuma saya yang memakai
celana jeans panjang dengan baju hitam tebal, ditengah cuaca yang sangat panas. Saya pun sempat menjadi bahan tertawaan teman-teman.
Setelah itu, kami berjalan-jalan menikmati pemandangan, sekaligus
mencari lokasi untuk mendirikan tenda. Sungguh luar biasa memang,
panorama pantai yang sangat indah, dengan pasir putih disepanjang
pantai. Sebagian besar pengunjung adalah turis asing, ada yang hilir
mudik bersepeda, naik cidomo (semacam dokar), atau sekedar jalan kaki,
seolah-olah mereka di negerinya sendiri.
Transportasi di Gili Trawangan hanya cidomo dan sepeda, sehingga udaranya sangat segar, jauh dari polusi. Pulaunya yang kecil bisa dikelilingi dengan bersepeda maupun jalan kaki (jika cukup kuat)
Rencana awal untuk mendirikan tenda kembali di tunjau ulang, kami tak melihat ada tenda berdiri, kamu pun tak mau jadi pusat perhatian, mendirikan tenda gunung di siang bolong, pinggir pantai lagi. Padahal fisik sudah cukup lelah, belum ada istirahat sejak mendaki Gunung Rinjani. Menyewa penginapan tidak masuk dalam daftar rencana. Kami berlima masih mengandalkan kiriman dari orang tua. Dana sudah memprihatinkan, belum lagi rencana selanjutnya untuk mampir di Bali dan ongkos pulang.
Akhirnya kami mencoba menggunakan keajaiban komunikasi, dan menggunakan segala potensi, jaringan (link) pertemanan, organisasi, suku, daerah dan lain-lain. Ajaib, lewat telepon dari teman, ternyata temannya teman punya teman lagi yang punya penginapan, dan ternyata juga sedaerah dengan saya. Kami pun mendapatkan diskon sampai 85 persen dari harga normal. Setelah itu saya ketemu lagi dengan temannya teman, wah kali ini ditawari ikut diving, tapi saya tidak cukup kuat, berhubung fisik masih kelelahan. Wah, benar-benar nasib lagi mujur.
Transportasi di Gili Trawangan hanya cidomo dan sepeda, sehingga udaranya sangat segar, jauh dari polusi. Pulaunya yang kecil bisa dikelilingi dengan bersepeda maupun jalan kaki (jika cukup kuat)
Rencana awal untuk mendirikan tenda kembali di tunjau ulang, kami tak melihat ada tenda berdiri, kamu pun tak mau jadi pusat perhatian, mendirikan tenda gunung di siang bolong, pinggir pantai lagi. Padahal fisik sudah cukup lelah, belum ada istirahat sejak mendaki Gunung Rinjani. Menyewa penginapan tidak masuk dalam daftar rencana. Kami berlima masih mengandalkan kiriman dari orang tua. Dana sudah memprihatinkan, belum lagi rencana selanjutnya untuk mampir di Bali dan ongkos pulang.
Akhirnya kami mencoba menggunakan keajaiban komunikasi, dan menggunakan segala potensi, jaringan (link) pertemanan, organisasi, suku, daerah dan lain-lain. Ajaib, lewat telepon dari teman, ternyata temannya teman punya teman lagi yang punya penginapan, dan ternyata juga sedaerah dengan saya. Kami pun mendapatkan diskon sampai 85 persen dari harga normal. Setelah itu saya ketemu lagi dengan temannya teman, wah kali ini ditawari ikut diving, tapi saya tidak cukup kuat, berhubung fisik masih kelelahan. Wah, benar-benar nasib lagi mujur.
Setelah dapat kamar, kami istirahat menunggu sampai sore biar cuaca
tidak terlalu panas. Menjelang sore, kami ke pantai menikmati
pemandangan, dan berteduh di bawah pohon, kulit kami sudah cukup gosong,
tak perlu lagi berjemur. Kali ini pemandangan betul-betul berbeda.
Beberapa turis asing hanya menggunakan celana dalam tanpa atasan sambil
berjemur, woww... Kami pura-pura cuek saja dan mengalihkan pandangan ke
arah lain (ngelirik sih dikit-dikit he-he-he....). Kalau di plototin
nanti bisa kena marah he-he...
Malamnya, Gili Trawangan benar-benar milik turis asing, turis lokal biasanya pulang ketika sudah sore hari. Kafe-Kafe yang berjejeran sepanjang pantai mulai melantungkan musik-musik, serasa di Legian Bali, cuma kali ini kafe-kafe berdiri berada di sekitaran pinggir pantai. Suasananya seperti perpaduan antara Legian dengan Kuta.
Setelah bolak-balik sepanjang pantai, nyaris tidak ada turis lokal yang kami temui, yang banyak hanyalah anak pantai (yang biasanya jadi guide bagi turis-turis asing). Kami memilih nongkrong di pinggir pantai. Setelah puas menikmati pantai, kami kembali ke penginapan untuk beristirahat. Esoknya, setelah sarapan kami meninggalkan Gili Trawangan, teman-teman dari Bali yang ketemu waktu di Rinjani sedang menunggu kami di Mataram untuk sama-sama ke Bali.
Berharap suatu saat bisa kembali ke Lombok dan menjelajahi tempat-tempat lainnya. Katanya teman saya yang di Lombok, masih banyak pantai-pantai lainnya yang sangat indah, namun belum terlalu dikenal luas. Lombok memang punya potensi pariwisata yang sangat besar. Tinggal butuh pengelolaan yang baik.
Malamnya, Gili Trawangan benar-benar milik turis asing, turis lokal biasanya pulang ketika sudah sore hari. Kafe-Kafe yang berjejeran sepanjang pantai mulai melantungkan musik-musik, serasa di Legian Bali, cuma kali ini kafe-kafe berdiri berada di sekitaran pinggir pantai. Suasananya seperti perpaduan antara Legian dengan Kuta.
Setelah bolak-balik sepanjang pantai, nyaris tidak ada turis lokal yang kami temui, yang banyak hanyalah anak pantai (yang biasanya jadi guide bagi turis-turis asing). Kami memilih nongkrong di pinggir pantai. Setelah puas menikmati pantai, kami kembali ke penginapan untuk beristirahat. Esoknya, setelah sarapan kami meninggalkan Gili Trawangan, teman-teman dari Bali yang ketemu waktu di Rinjani sedang menunggu kami di Mataram untuk sama-sama ke Bali.
Berharap suatu saat bisa kembali ke Lombok dan menjelajahi tempat-tempat lainnya. Katanya teman saya yang di Lombok, masih banyak pantai-pantai lainnya yang sangat indah, namun belum terlalu dikenal luas. Lombok memang punya potensi pariwisata yang sangat besar. Tinggal butuh pengelolaan yang baik.
No comments:
Post a Comment