[Wartawan percaya
bahwa mereka harus memegang teguh kewajiban utamanya adalah kepada kebenaran,
meletakan kepentingan publik diatas segalanya, tetap memegang teguh asas
independen dan tidak memihak, menggunakan metode yang etis untuk mengecek
kebenaran, memberikan kesempatan untuk forum wacana publik, melaporkan yang
penting dan memerlukan kepedulian, menjaga agar beritanya proporsional,
mengawai yang berkuasa (politik maupun ekonomi), dan tetap jujur kepada hati
nurani]. (Committee of Concerned Journalist-USA).
Garis besar proses jurnalistik terletak pada perencanaan,
peliputan dan penulisan. Perencanaan merupakan proses pemilihan tema berita
yang menjadi fokus yang akan diangkat bisanya melalui mekanisme rapat redaksi,
istilah biasanya disebut pula dengan gagas tema atau bedah tema. Sebagai
pedoman untuk memudahkan mekanisme rapat redaksi, pada proses inilah yang
mencerminkan kebijakan redaksi. Tema-tema yang dihasilan rapat redaksi tersebut
menjadi pedoman untuk peliputan, dalam proses ini teknik reportase penting
untuk dikuasai. Reportase merupakan bagian bagian terpenting dari pemberitaan.
Karena dari sinilah realitas dalam media tersebut diciptakan dan diawali
disini.
Dalam reportase
kita jangan terpaku pada pernyataan institusi resmi tanpa melakukan verifkasi.
Pernyataan sikap itu penting untuk menampilkan fakta kepada pembaca, menulis
laporan secara akurat yang menjadikan reportase menjadi kewajiban.
Reportase merupakan proses pencarian informasi. Bagi media yang mempunyai etika
dalam jurnalistik reportase adalah lahan untuk membuktikan dan menjadikancover
both side dan dijadikan bagian verifikasi (mengecek kebenaran suatu
informasi atau berita). Reportase atau news gathering meliputi wawancara,
observasi lapangan, dan riset dokumentasi. Untuk menghasilkan laporan yang
baik, ketiganya harus dilakukan. Wawancara dilakukan dengan sumber yang tepat
dan cermat. Tidak sekedar yes no question, menggali informasi atau
klarifikasi untuk menghindarilibelling. Selain itu wawancara juga bisa
bersifatpersonality, leas dari konteks berita yang diangkat.
Balance & Fairness dalam Menyikapi Hasil Reportase!
Tapi kita harus pahami bahwa untuk menuliskan sebuah berita atau sebuah
opini dan bahkan kalau kita tarik ke ranah jurnalisme investigative dan
jurnalisme sastrawi (versi Pantau) tentunya kita akan melihat ragam pariasi dan
teknik dalam mendapatkan sumber berita (narasumber), tapi penting dicatat dan
diingat bahwa ada beberapa kaidah jurnalisme yang harus dipatuhi yaitu Kode
Etik Jurnalistik dan kalau di lingkup pers mahasiswa ada kode etik PPMI. Saya
tuliskan beberapa hal yang penting dari pelajaran Sembilan Elemen Jurnalisme
bahwa Bagaimana metode yang objektif itu bisa dilakukan? Kovach dan Rosenstiel
menerangkan betapa kebanyakan wartawan hanya mendefinisikan hanya sebagai
dengan liputan yang berimbang (balance), fairness serta akurat. Tapi
berimbang maupun fairness adalah metode. Bukan tujuan. Keseimbangan bisa
menimbulkan distorsi bila dianggap sebagai tujuan. Kebenaran bisa kabur di
tengah liputan yang berimbang. Fairness juga bisa disalahmengerti bila ia
dianggap sebagai tujuan. Fair terhadap sumber atau fair terhadap pembaca?
Kovach dan Rosenstiel menawarkan lima konsep dalam verifikasi:
- Jangan menambah atau mengarang apa pun;
- Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar;
- Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi Anda dalam melakukan reportase;
- Bersandarlah terutama pada reportase Anda sendiri;
- Bersikaplah rendah hati.
Kovach dan
Rosenstiel tak berhenti hanya pada tataran konsep. Mereka juga menawarkan
metode yang kongkrit dalam melakukan verifikasi itu. Pertama,penyuntingan
secara skeptis. Penyuntingan harus dilakukan baris demi baris, kalimat demi
kalimat, dengan sikap skeptis. Banyak pertanyaan, banyak gugatan. Kedua, memeriksa
akurasi. David Yarnold dari San Jose Mercury News mengembangkan satu daftar
pertanyaan yang disebutnya “accuracy checklist.”
- Apakah lead berita sudah didukung dengan data-data penunjang yang cukup?
- Apakah sudah ada orang lain yang diminta mengecek ulang, menghubungi atau menelepon semua nomor telepon, semua alamat, atau situs web yang ada dalam laporan tersebut? Bagaimana dengan penulisan nama dan jabatan?
- Apakah materi background guna memahami laporan ini sudah lengkap?
- Apakah semua pihak yang ada dalam laporan sudah diungkapkan dan apakah semua pihak sudah diberi hak untuk bicara?
- Apakah laporan itu berpihak atau membuat penghakiman yang mungkin halus terhadap salah satu pihak? Siapa orang yang kira-kira tak suka dengan laporan ini lebih dari batas yang wajar?
- Apa ada yang kurang?
- Apakah semua kutipan akurat dan diberi keterangan dari sumber yang memang mengatakannya? Apakah kutipan-kutipan itu mencerminkan pendapat dari yang bersangkutan?
Ketiga, jangan berasumsi. Jangan percaya pada sumber-sumber resmi begitu
saja. Wartawan harus mendekat pada sumber-sumber primer sedekat mungkin.
Investigative Reporting, Kemajuan Jurnalisme?
Pembagian ini untuk mempermudah seorang investigator dalam mengatur
sistematika pekerjaannya. Bagian pertama merupakan bagian penjajakan dan pekerjaan
dasar. Sedangkan bagian kedua sudah berupa penajaman dan penyelesaian
investigasi:
Bagian Pertama
- Petunjuk awal (first lead)
- Investigasi pendahuluan (initial investigation)
- Pembentukan hipotesis (forming an investigative hypothesis)
- Pencarian dan pendalaman literatur (literature search)
- Wawancara para pakar dan sumber-sumber ahli(interviewing experts)
- Penjejakan dokumen-dokumen (finding a paper trail)
- Wawancara sumber-sumber kunci dan saksi-saksi (interviewing key informants and sources)
Bagian Kedua
- Pengamatan langsung di lapangan (first hand observation)
- Pengorganisasian file (organizing files)
- Wawancara lebih lanjut (more interviews)
- Analisa dan pengorganisasian data (analyzing and organizing data)
- Penulisan (writing)
- Pengecekan fakta (fact checking)
- Pengecekan pencemaran nama baik (libel check)
Pengamatan langsung di lapangan seyogyanya dilakukan dengan berbekal peta
geografis dari lokasi di mana investigasi dipusatkan.
Perdebatan antara boleh tidaknya mencuri data ini memang sangat erat
terkait dengan masalah etika dan hukum. Namun secara umum ada beberapa teknik
yang biasanya dipakai seorang investigator:
- Riset dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang untuk membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis;
- Paper trail (pencarian jejak dokumen) yang berupa upaya pelacakan dokumen, publik maupun pribadi, untuk mencari kebenaran-kebenaran untuk mendukung hipotesis;
- Wawancara yang mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dengan investigasi, baik para pemain langsung maupun mereka yang bisa memberikan background terhadap topik investigasi;
- Pemakaian metode penyelidikan polisi dan peralatan anti-kriminalitas. Metode ini termasuk melakukan penyamaran. Sedangkan alat-alat bisa termasuk kamera tersembunyi atau alat-alat komunikasi elektronik untuk merekam pembicaraan pihak-pihak yang dianggap tahu persoalan tersebut. Ini memang mirip kerja detektif;
- Pembongkaran informasi yang tidak diketahui publik maupun informasi yang sengaja disembunyikan oleh pihak-pihak yang melakukan atau terlibat dalam kejahatan.
Langkah selantutnya sudah bisa dipastikan kita akan menulikan semua hasil
yang telah diperoleh. Ketegori penulisan
meliputi informatif dan persuasif. Informatif terbagi menjadi beberapa bagian:
- Berita (news) merupakan jenis tulisan yang menyajikan informasi fakta-fakta aktual. Unsur beritanya terditi dari:
- Signifikan, informasi itu sangat penting untuk diketahui. Misalnya proses amandemen, RUU Keistimewaan DIY, kenaikan harga/TDL &BBM dll.
- Magnitude, informasi yang diluar kebiasaan. Misalnya Petani yang sukses karena menggunakan pupuk buatan sendiri, dll.
- Timelines, informasi itu aktual atau up to date untuk sekarang. Misalnya, perayaan hari buruh nasional dll.
- Proximity, informasi tersebut dekat secara emosional dengan pembaca. Misalnya berita pemilihan kepala daerah dll.
- Prominance, informasi itu menampilkan sosok yang tenar/terkenal. Misalnya berita tentang pengadilan Abu Bakar Baasyir atau Tommy Soeharto dll
- Human Interest, informasi itu menyentuh perasaan, Misalnya, berita tentang kondisi Pengungsi atau Korban Gempa Bumi dll.
- Features merupakan karangan khas yang lebih menekankan aspek huma interest yang tinggi. Selain itu juga dapat berupa profil seseorang.
- Indepth merupakan laporan yang sifatnya mendalam. Menampilkan banyak sisi dengan satu tema. Secara spesifik jenis laporan ini dinamakan investigasi. Dimana mempunyai karakteristik yang sangat berat yakni bisa mengungkap kebenaran yang selama ini ditutupi, merupakan kebohongan terhadap publik, serta mampu menangkap pelakunya. Beberapa contoh media yang sering memuat Investigasi yaitu Majalah TEMPO.
Kebijakan umum
redaksi khususnya yang menganai isi pemberitaan yang dimuat yaitu:
- Faktual, dalam menuliska berita, wartawan harus berdasarkan fakta, bukan spekulasi, dugaan, opini apalagi hanya berdasar imajinasi wartawan. Wartawan seharusnya melaporkan fakta dan data yang dirangkai dalam bentuk draf berita, maka dari itu dalam menuliskan berita, wartawan hanya melaporkan data dan fakta yang jelas sumbernya. Jika terjadi suatu keraguan tentang suatu fakta, wartawan tidak boleh menduga atau berspekulasi, tetapi melakukan pengecekan langsung kepada nara sumber yang terkait dan berusaha menembus kendala dengan melihat sendiri faktanya. Karana itu, wartawan tidak lagi bisa mengunakan kata “konon” atau “kabarnya” dalam berita yang ditulisnya. Kata-kata semacam itu hanya menimbukan kesan bahwa si wartawan malas melakukan pengecekan fakta ke sumber-sumber berita yang bisa mendukung isi pemberitaan itu. Dalam menjalankan hunting berita bisa jadi wartawan melakukan kekeliruan fakta yang penting serta kealfaan yang kemudian terlanjur dimuat dalam penerbitan/pemuatan di website dimana dia bekerja. Kekeliruan ini bisa jadi menyangkut nama baik seseorang atau badan/instansi. Karena itu jika terjadi hal demikian, harus diralat pada kesempatan pertama dan secara mencolok.
- Akurasi, dalam menuliskan berit, akurasi sangat penting, bahkan harus (mendekati) presisi (ada istilah jurnalisme presisi). Karena itu agar bisa akurat atau bahkan presisi, wartawan sudah seharusnya menghindari pernyataan yang bisa berarti ganda. Misalnya dengan menempatkan kata “banyak” atau “sedikit”, “jauh” atau “dekat” adalah relatif dan bisa mengundang perdebatan. Karena itu sebaiknya dihindari. Akurasi ini yang paling penting antara lain menyangkut angka (figure), nama orang, umur, jabatan dan otoritas. Penulisan nama harus ditulis secara konsisten, misalnya Soeharto (mantan Presiden RI) bukan Soeharto. Atau bisa jadi nama itu ditulis dengan sebutan populernya, misalnya Gus Dur untuk KH. Abdurrahman Wahid dan sebagainya.
- Fairness, dalam memperlakukan sumber berita, wartawan harus bertindak secara adil (fair). Artinya jika satu pihak diberi tempat (space), untuk menyetakan pendapat maka kesempatan yang sama harus diberikan pula kepada pihak lain yang memiliki pendapat yang berbeda dengan porsi yang sepadan. Sedangkansumber berita yang dituduh secara terbuka harus mendapat kesempatan sesegera mungkin untuk menanggapi, sedapat mungkin pada kesempatan yang pertama.
- Balance dan Cover Both Side, dalam menuliskan berita yang menyangkut sengketa dua pihak, wartawan harus bersikap seimbang (balance), menggali dan memuat informasi dari kedua belah pihak(cover both side). Sedangkan dalam kasus tidak ada sengketa antara sumber berita dengan pihak lain, asas keseimbangan ini tetap harus dilakukan dengan dari berbagai sisi tidak hanya satu sisi saja. Yang dimaksud balance dalam pemberitaan adalah lebih mengacu pada kualitatif. Misalnya dalam sengketa, satu pihak mendapat tempat 5 paragraf, maka pihak lainnya juga harus mendapat tempat yang sepadan. Demikian pula jika ada pihak yang mendukung atau yang menentang juga mendapat kesempatan yang sama. Sedangkan cover both side lebih mengacu pada hal-hal yang bersifat kualitatif yakni substansi/pemihakan (side) dari sumber-sumber berita. Misalnya jika kepada satu pihak mendapat pertanyaan yang mendalam, maka pihak yang lainnya juga harus mendapat pertanyaan sepadan, tidak hanya sekadarnya.
- Imparsial, sikap tidak memihak tidak boleh diartikan bahwa wartawan tidak memiliki sikap yang jelas atau pandangan sendiri tentang suatru masalah. Namun wartawan wajib menarik garis yang tegas antara menulis berita dimana dia harus tidak memihak, untuk menuliskan berita yang tidak memihak itu, wartawan harus cermat, jangan sampai menghilangkan fakta yang memiliki kepentingan atau signifikansi utama. Jadi tidak memihak ini mencakup pemaparan yang lengkap. Untuk menuliskan yang tidak memihak ini, wartawan harus cermat tidak memuat informasi yang pada dasarnya tidak relevan dengan mengorbankan fakta-fakta yang penting. Istilah wartawan harus jujur kepada pembaca tidak boleh sengaja menipu atau menyesatkan pembaca antara lain menggunakan istilah yang melembutkan atau mengeraskan. Libeling adalah pemihakan, karena itu wartawan hendaknya menggunakan penyebutan sebagaimana kelompok itu menyebut diri mereka. Dalam menuliskan berita wartawan juga jangan sampai menggunakan predikat-predikat tertentu terhadap sumber berita, terutama predikat yang bersifat negatif. Biarkan masyarakat/pembaca yang menilai!
- Proporsional, tidak membesarkan yang tidak penting dan tidak mengecilkan yang penting. Segala fakta dan informasi ditempatkan secara proporsional yang tidak lepas dari konteksnya.
- Objektivitas, dalam menuliskan berita, wartawan harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam bias atau prasangka sumber berita. Dalam melakukan penulisan wartawan harus menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi dalam masalah suku, ras, agama, orientasi seksual, bangsa, jenis kelamin, pandangan politik ataupun latar belakang social lainnya. Wartawan juga harus menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan diskriminasi dalam masalah catat, sakit, kekuarangan jasmani dan sakit/cacat mental. Namun demikian diakui sulit untuk mencapai 100 % objektivitas, tetapi paling tidak demikian.
- Chek and Recheck, tujuannya adalah untuk memverifikasi fakta, bukan menanggapi atau membandingkan opini seseorang sumber berita dengan opini sumber berita yang lainnya. Chek and recheck ini semakin penting artinya jika fakta yang ada simpang siur yang akan membingungkan pembaca.
- By Line, Pemakaian byline ternyata membuat wartawan-wartawan lebih berhati-hati dengan laporan-laporan mereka. Ketika itu, sama dengan suratkabar-suratkabar Indonesia hari ini, media Amerika tak memakai byline. Mereka hanya menaruh inisial si wartawan di ekor laporan. Namun inovasi Taylor ini perlahan-lahan ditiru oleh suratkabar lain di Amerika Serikat. Prosesnya tidak cepat. Butuh waktu lama untuk menyakinkan pada redaktur bahwa byline adalah masalah “accountability.” Harian The New York Times baru mulai menerapkan byline pada laporan mereka, sebagai isu accountability, pada 1960-an. Banyak redaktur hanya memberikan byline bila sebuah laporan dianggap punya kualitas bagus. Kalau biasa-biasa saja, tak diberi byline, cukup inisial di ekor karangan –yang sebenarnya menurut sejarah, lebih untuk fungsi administrasi internal. Byline dianggap sebagai “reward” (hadiah) bukan “accountability” (pertanggungjawaban). Namun pemakaian byline untuk kolom opini lebih cepat diterima karena si suratkabar berpendapat isi opini tak harus mencerminkan opini institusi suratkabar.
Kita harus memahami bahwa satu berita itu diturunkan atau tidak bergantung
pada news room management. Sebuah berita akan dinilai atau diperitungkan unsur-unsur:
aktualitas, penting, dampak, skala permasalahan (magnitude), keterkenalan
(prominance), dramatik, menarik, unik, kedekatan, trend dan human interes.
“Pembawa pesan seperti pekerjaan wartawan adalah pekerjaan suci yang
pegabdiannya terkadang tak terukur putaran jarum jam dan tak terkejar kilatan
cahaya matahari, ketika informasi harus sampai ke hadapan pembaca celah dan
ruang serta sekat apapun akan tertembus. Anda pilih maju sebagai pejuang atau
mundur sebagai pecundang.”
Sumber : http://makkulau.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment